Laman

Bisa jadi ini merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat, bisa jadi ini suatu ilmu yang sangat berharga.

Kamis, 27 Maret 2014

Misteri Gunung Merbabu (3.145 m)

Posted by Rayap Jalanan 11.39, under | 1 comment


Masyarakat lereng Gunung Merbabu punya cerita. Penuturan yang populer di kalangan warga dan pendaki adalah soal pasar gaib yang bernama Pasar Setan. Pasar ini dijadikan ajang transaksi gaib diantara makhluk halus. Benarkah?

Kisah Pasar Setan di Gunung Merbabu sudah jadi cerita umum yang dikenal pula di kalangan pendaki dan pecintan alam. Tempat ini bahkan dijadikan tempat pos pendakian. Pendaki akan mendirikan tenda dan beristirahat di sini.

Lokasi ini begitu dikenal. Jalan yang terjal dan medan yang cukup rumit tak jadi penghalang sejumlah pendaki untuk mengunjungi lokasi ini. Biasanya sebelum mencapai tempat ini pendaki akan singgah ke Kenthen Songo.

Pasar Setan dituturkan di sejumlah blog pecinta alam. Kisah mistisnya jarang dituturkan. Pendaki lebih tertarik dengan kondisi alamnya yang menawan.
Tidak ada catatan resmi tentang pasar setan. Sebagian kisah sulit dikonfirmasi. Katanya setiap malam pasar ini akan berubah ramai. Sayangnya hanya beberapa orang dengan kemampuan khusus saja yang bisa merasakan hal ini.

Dalam situs Merbabu.com ada nama lain selain Pasar Setan yang dipercaya sebagai pasar makhluk halus. Namanya Pasar Bubrah.
“Pasar bubrah adalah pasarnya bangsa mahkluk halus. Watu gubug di Gn.Merbabu adalah pintu gerbang menuju kerajaan Gaib,” tulis laman itu.
Salah satu postingan cerita di situs tumblr.com ini menyinggung tentang pasar setan. Kisah dengan narasumber anonim ini menyebutkan pihaknya telah melakukan pendakian ke Gunung Merbabu beberapa tahun lalu.

Cerita yang diposting 2 tahun lalu itu menuturkan sejumlah kejanggalan yang terjadi saat pendakian. Katanya sebelum sampai di puncak gunung mereka bertemu dengan jasad pria tak dikenal yang tiba-tiba lenyap.

Saat mencapai lokasi mereka juga menyaksikan keramaian pasar setan yang hanya terjadi di malam hari. Kondisi alam berubah saat itu. Diklaim hal ini sudah biasa bagi warga sekitar. Sang penulis menutupnya dengan cerita soal bungkamnya masyarakat Merbabu yang akan kena kutukan jika menuturkan kisah ini.

Jika dilihat urutan ceritanya, tentu sulit dipercaya. Banyak mitos mistis yang berkembang sulit dikonfirmasi. Sebagian terdengar aneh. Laman belantaraindonesia.org mencoba meredam kisah ini dengan menyebut penamaan Pasar Setan hanya untuk penanda saja.

Entah mana yang benar, sebuah kisah penuh misteri nyatanya selalu menyelimuti Gunung Merbabu. Sama seperti “saudara kembarnya” Gunung Merapi yang dituturkan sebagai basis kekuatan ghaib.
Menurut catatan Wikipedia.org, Merbabu adalah gunung berapi tipe B yang pernah meletus ratusan tahun yang lalu. Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato atau gunung berapi yang berada di wilayah Magelang dan Boyolali.

Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pamrihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, “merbabu” berasal dari gabungan kata “meru” (gunung) dan “abu” (abu).

Nama ini baru muncul pada catatan-catatanBelanda. Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.(http://www.solopos.com/2014/02/21/misteri-gunung-merbabu-pasar-bubrah-pasar-gaib-dan-pertapaan-bujangga-manik-491302).




Gunung yang terletak di perbatasan kota Salatiga, Magelang dan Boyolali ini memang menyimpan keindahan yang luar biasa yang sayang jika di lewatkan. Gunung tipe strato ini juga menyimpan sejuta misteri dari beberapa puncaknya dan tempat yang sangat disakralkan jika dikunjungi oleh para pendaki yang ingin menapaki puncak tertingginya yaitu Kenteng Songo (3142 Mdpl). Keindahan alam gunung ini dapat dirasakan dari dua jalur pendakian utama yaitu jalur pendakian thekelan, Kopeng dan jalur pendakian Selo, Boyolali.

Jalur Kopeng
Menikmati negeri diatas awan, Kenteng Songo dapat ditempuh dari jalur Thekelan, Kopeng, jalur ini merupakan jalur favorit para pendaki dari wilayah Salatiga dan sekitarnya dengan jarak tempuh yang tidak begitu lama dan relatif landai sehingga jalur ini paling sering di pilih oleh para pendaki dan pencinta alam yang ingin menjajal rasa penasarannya terhadap gunung tua ini. Jalur ini juga dinikmati karena ada sumber air bersih di Pos Pending yang jarang sekali ditemui jika melalui jalur Selo. 

Selepas dari pos Pending pendaki akan melalui sebuah cerukan batu besar yang dapat digunakan sebagai tempat berlindung dari badai sewaktu malam yang dinamai Watu Gubug, menjadi salah satu tempat yang disakralkan bagi penduduk lereng Gunung Merbabu. Naik sedikit keatas akan menemui pos pemancar yang dari sini pemandangan mulai terbuka dengan pemandangan puncak Kenteng Songo dan 6 puncak Merbabu yang lain yang sudah mulai terlihat selepas pos ini. Setelah menyebrangi jembatan setan maka sampailah para pendaki di puncak tertinggi Merbabu, Kenteng Songo.

Kenteng Songo, Misteri Alam Ghaib Merbabu
Setiap gunung yang ada di pulau Jawa akan memiliki cerita tersendiri terkait beberapa tempat yang unik yang terdapat di dalamnya misalnya berbicara tentang Gunung Merapi pasti akan berbicara tentang Pasar Bubrah, atau berbicara tentang Gunung Lawu pasti akan berbicara tentang Hargo Dalem sebagai tempat petilasan Brawijaya V, lalu bagaimana dengan Gunung Merbabu. 

Ada salah satu tempat di Gunung Merbabu yang menjadi tempat yang masih menjadi misteri sampai saat ini dan memiliki nilai keindahan serta keeksotisan yang tidak akan pernah terbayarkan dengan apa pun, sebut saja Kenteng Songo, puncak tertinggi Merbabu dari 7 puncak yang ada di Merbabu. Disini terdapat 4 Watu Kenteng (batu berlubang) yang tentunya kalau dilihat tanpa kasat mata hanya terdapat 4 lubang/kenteng, namun sesungguhnya terdapat 9 kenteng/lubang yang ada pada puncak ini jika dilihat secara ghaib. 

Percaya tidak percaya memang watu Kenteng Songo memang sudah ada semenjak Gunung Merbabu ini terbentuk dan disekitar sinilah terjadi aktifitas dari para makhluk halus penunggu Gunung Merbabu. Banyak sekali kejadian- kejadian yang tidak lazim yang ditemukan oleh para pendaki yang membuat camp di puncak Kenteng Songo dari kejadian fatamorgana sampai yang mendengar keramaian di puncak Kenteng Songo yang padahal tidak ada seseorang pun kecuali para pendaki yang sedang beristirahat di puncak ini.

Terkadang dapat dikatakan Kenteng Songo menjadi negeri diatas awan bukan hanya bagi para pendaki/manusia melainkan bagi para lelembut yang selalu menjaga Gunung Merbabu ini. Dari sini akan terlihat pemandangan klasik Merapi dan 6 puncak Merbabu yang lain, seperti Triangulasi, Pregodalem, Watu Gubung, maupun puncak pemancar. (Angga Riyon Nugroho)
(http://keunikan-sejarah.blogspot.com/2013/05/kenteng-songo-menapaki-keeksotisan.html).


 sumber:
http://www.solopos.com/2014/02/21/misteri-gunung-merbabu-pasar-bubrah-pasar-gaib-dan-pertapaan-bujangga-manik-491302
http://keunikan-sejarah.blogspot.com/2013/05/kenteng-songo-menapaki-keeksotisan.html

Selasa, 18 Maret 2014

Legenda Gunung Ungaran (2.050 m)

Posted by Rayap Jalanan 09.10, under | No comments


Menurut cerita rakyat setempat Gunung Ungaran tempat Candi Gedong Songo ini berdiri dahulu kala digunakan oleh Hanoman untuk menimbun Dasamuka dalam perang besar memperebutkan Dewi Sinta. Seperti diketahui dalam cerita pawayangan Ramayana yang tersohor itu Dasamuka telah menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, suaminya.

Untuk merebut Sinta kembali pecahlah perang besar antara Dasamuka dengan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan Hanoman. Syahdan dalam perang tersebut Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam berbagai senjata oleh Rama.

Melihat itu Hanoman yang anak dewa itu kemudian mengangkat sebuah gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun hidup-hidup oleh gunung yang kemudian hari disebut sebagai gunung Ungaran.

Dasamuka yang tertimbun hidu-hidup di dasar gunung Ungaran setiap hari mengeluarkan rintihan berupa suara menggelegak yang sebenarnya berasal dari sumber air panas yang terdapat disitu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu sendiri akhirnya menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa penyakit kulit.

Pada masa hidupnya konon Dasamuka gemar minum minuman keras hingga siapapun yang datang ke Gunung Ungaran dengan membawa minuman keras akan membangkitkan nafsu Dasamuka. Mencium aroma miras erangan Dasamuka makin menjadi-jadi, ditandai sumber air panas makin menggelegak. Kalau sampai tubuh Dasamuka bergerak-gerak bahkan bisa menimbulkan gempa kecil. Demikian menurut cerita masyarakat setempat.

Untuk sampai ke lokasi Candi Gedong Songo sangat mudah. dari kota Ambarawa hanya berjarak sekitar 15 Km yaitu ke arah barat melewati obyek wisata Bandungan. Jika dari Ungaran jaraknya hanya 12 Km melalui Karangjati.

Masyarakat yakin jika candi ini ditunggu oleh makhluk gaib yang berjuluk Mbah Murdo. "Berdasarkan cerita eyang buyut Candi Gedong Songo dibangun oleh Ratu Sima untuk persembahan kepada Dewa," ujarnya seperti dikutip Misteri. Konon, tiap kali menghadapi masalah yang pelik Ratu Sima bersemedi di candi ini agar mendapatkan jalan keluar yang terbaik.

Agaknya, candi inipun mempunyai kekuatan yang sakti. Buktinya, kebesaran Ratu Sima diakui oleh lawan-lawannya. Bahkan beberapa kerajaan takluk dan tunduk di bawah kekuasan Ratu Sima. Namun, Siswoyo menegaskan, cerita tersebut hanyalah turun-temurun dari nenek moyangnya.

Sampai saat ini banyak pengunjung yang melakukan ritual khusus di candi tersebut. Mereka memohon berbagai pertolongan agar tujuannya dapat dikabulkan. Kabarnya, candi yang paling banyak dipakai untuk bersemedi adalah candi yang terletak di deretan paling atas.

Sebelum memasuki wilayah Candi Gedong Songo, sebaiknya pengunjung harus meminta ijin terlebih dulu kepada Mbah Murdo, yang dipercaya sebagai penghuni gaib kawasan ini. Sampaikan salam kepadanya, agar perjalanan atau ritual Anda tak terganggu.

Di kawasan cagar budaya Candi Gedongsongo yang bersuhu rata-rata 19 sampai 27 derajad celcius ini ternyata memiliki bio energi terbaik di Asia. Bioenergi di kawasan ini bahkan lebih baik dari yang berada di pegunungan Tibet atau pegunungan lain di Asia. Setelah kita menghirup bioenergi ini dapat memberikan kesegaran di pikiran sehingga memunculkan ide-ide segar. Hal ini akan sangat membantu memberikan kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup.

Banyak mata air dengan kepulan asap yang berbau menyengat. Konon, air ini penuh tuah. Terutama untuk menyembuhkan penyakit kulit yang diderita seseorang.

Mata air keramat itu dijaga oleh Nyai Gayatri, perempuan asal Pulau Dewata. Konon, semasa hidupnya Nyai Gayatri adalah dayang Ratu Sima, yang dipercaya sebagai raja pertama di Tanah Jawa. Ketika meninggal dunia, ia memilih menjaga mata air yang mengandung belerang itu.

Kabarnya, Nyai Gayatri tergolong makhluk yang baik hati. Ia suka memberi pertolongan kepada sesama, terutama menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit. Tapi, jangan coba-coba menyepelekan dia karena akibatnya bisa fatal. Pernah suatu ketika ada seorang pengunjung yang kencing di mata air tersebut. Tiba-tiba ia menjerit seperti ada yang mencekik dirinya. Setelah dibawa ke paranormal, rupanya, Nyai Gayatri, penunggu mata air itu tersinggung dengan ulah pengunjung tersebut. Setelah mohon maaf, penyakit itupun dapat disembuhkan lagi.

Banyak pula cerita manis di seputar mata air ini. Darmo, penduduk Magelang, yang kebetulan sedang mandi di sendang itu mengatakan, penyakit kulit yang dideritanya berangsur sembuh setelah mandi di tempat ini. Padahal, berbagai dokter sudah menyerah terhadap penyakit kulit yang sudah menahun itu.

Atas petunjuk seorang paranormal dia diminta mandi di mata air tersebut sebanyak sepuluh kali. "Saya baru mandi tiga kali. Tapi, penyakit saya sudah menurun. Mudah-mudahan, yang kesepuluh saya dapat sembuh total," ujarnya penuh harap. Para sejarawan sampai saat ini belum dapat memastikan kapan candi itu dibangun dan siapa pendiri komplek candi Gedongsongo. Namun melihat bentuk arsitektur candi, terutama bentuk bingkai kaki candi, dapat disimpulkan bangunan candi ini sejaman dengan komplek candi Dieng. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar abad VIII M, pada masa pemerintahan Dinasti Sanjaya. Hanya saja siapa nama raja pendirinya belum dapat diketahui.

Candi Gedongsongo berlatar belakang agama hindu, hal ini dapat dilihat dari arca-arca yang menempati relung-relung candi. Misalnya arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Dhurga Nahisasuramardhini, Nandiswara dan Mahakala.

Menurut Pakar tentang Candi Evi Saraswati menyebutkan bangunan candi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua tipe. Yaitu candi Hindu dan Candi Budha. Ciri umum dari kedua tipe tersebut terletak pada bentuk bangunan. Candi Hindu cenderung ramping, lancip dan tinggi. Sedangkan Candi Budha berbentuk bulat dan besar seperti candi Borobudur. Dilihat dari fungsinya candi juga dibedakan menjadi dua fungsi, yaitu candi sebagai tempat pemujaan atau ibadah dan candi yang dipakai sebagai tempat pemakaman. Sedangkan candi yang berada di komplek Gedongsongo ini diperkirakan merupakan candi untuk pemakaman. Karena pada saat ditemukan di sekitar candi banyak terdapat abu. Sangat mungkin abu ini merupakan bekas pembakaran orang yang meninggal. Sesuai ajaran Hindu orang yang meninggal biasanya dibakar.

Bangunan candi yang masih utuh bentuknya kini tinggal lima bangunan, yaitu candi I, II, III, IV dan V. Candi I terdiri satu bangunan dan masih utuh, candi II terdiri dua bangunan bangunan induk masih utuh dan satunya lagi tidak utuh. Candi III terdiri dari tiga bangunan yang semuanya masih utuh. Candi IV terdapat empat bangunan candi, tetapi tinggal satu bangunan candi saja yang masih utuh. Sedangkan Candi V tampat bekas-bekas pondasi candi yang menunjukkan bahwa di sana dahulu banyak sekali bangunan candi. Tetapi sekarang tinggal satu bangunan candi induk yang masih utuh. Candi VI, VII, VIII dan IX sekarang sudah tidak jelas lagi sisa-sisanya, karena beberapa reruntuhan bangunan yang terdapat di sana banyak yang diamankan. Demikian pula beberapa arca juga disimpan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.

>>>http://larengunung.blogspot.com/2011/01/legenda-gunung-ungaran.html

Sabtu, 15 Maret 2014

Misteri Gunung Lawu (3.245 m)

Posted by Rayap Jalanan 16.53, under | No comments


Puncak Hargo Dumilah
Nama asli gunung Lawu adalah Wukir Mahendra.

Menurut legenda,
Gunung Lawu merupakan kerajaan pertama di pulau Jawa yang dipimpin oleh raja yang dikirim dari Khayangan karena terpana melihat keindahan alam diseputar Gn. Lawu. Sejak jaman Prabu Brawijaya V, raja Majapahit pada abad ke 15 hingga kerajaan Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di Gunung Lawu. Hingga saat ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang erat dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta terutama pada bulan Suro, para kerabat Keraton sering berjiarah ke tempat-tempat keramat di puncak Gn.Lawu.

Terdapat padang rumput pegunungan banjaran Festuca nubigena yang mengelilingi sebuah danau gunung di kawah tua menjelang Pos terakhir menuju puncak pada ketinggian 3.200 m dpl yang biasanya kering di musim kemarau. Konon pendaki yang mandi berendam di tempat ini, segala keinginannya dapat terkabul. Namun sebaiknya jangan coba-coba untuk mandi di puncak gunung karena airnya sangat dingin. Rumput yang tumbuh di dasar telaga ini berwarna kuning sehingga airnya kelihatan kuning. Telaga ini diapit oleh puncak Hargo dumilah dengan puncak lainnya. Luas dasar telaga Kuning ini sekitar 4 Ha.

Terdapat sebuah mata air yang disebut Sendang Drajad, sumber air ini berupa sumur dengan garis tengah 2 meter dan memiliki kedalaman 2 meter. Meskipun berada di puncak gunung sumur ini airnya tidak pernah habis atau kering walaupun diambil terus menerus. Air sendang ini dipercaya dapat memberikan mujijat bagi orang yang meminumnya. Juga terdapat bangunan yang berupa bilik-bilik untuk mandi, karena para pejiarah disarankan untuk menyiram badannya dengan air sendang ini dalam hitungan ganjil.

Juga ada sebuah gua yang disebut Sumur Jolotundo menjelang puncak, gua ini gelap dan sangat curam turun ke bawah kurang lebih sedalam 5 meter. Gua ini dikeramatkan oleh masyarakat dan sering dipakai untuk bertapa. Sumur ini berupa lubang bergaris tengah sekitar 3 meter. Untuk turun ke dalam sumur harus menggunakan tali dan lampu senter karena gelap. Di dalam sumur terdapat pintu goa dengan garis tengah 90 cm. Konon di dalam sumur Jolotundho ini sering digunakan untuk bertapa, dan digunakan guru-guru untuk memberi wejangan/pelajaran kepada muridnya.

Terdapat sebuah bangunan di sekitar puncak Argodumilah yang disebut Hargo Dalem utuk berjiarah, disinilah tempatnya Eyang Sunan Lawu. Tempat bertahta raja terakhir Majapahit memerintah kerajaan Makhluk halus. Hargo Dalem adalah makam kuno tempak mukswa Sang Prabu Brawijaya. Pejiarah wajib melakukan pisowanan (upacara ritual) sebanyak tujuh kali untuk dapat melihat penampakan Eyang Sunan Lawu. Namun tidak jarang sebelum melakukan tujuh kali pendakian, pejiarah sudah dapat berjumpa dengan Eyang Sunan Lawu.

Di sekitar Hargo Dalem ini banyak terdapat bangunan dari seng yang dapat digunakan untuk bermalam dan berlindung dari hujan dan angin. Terdapat warung makanan dan minuman yang sangat membantu bagi pendaki dan pejiarah yang kelelahan, lapar, dan kedinginan. Inilah keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 mdpl, terdapat warung di dekat puncaknya.

Pasar Diyeng atau Pasar Setan, berupa prasasti batu yang berblok-blok, pasar ini hanya dapat dilihat secara gaib. Pasar Diyeng akan memberikan berkah bagi para pejiarah yang percaya. Bila berada ditempat ini kemudian secara tiba-tiba kita mendengar suara "mau beli apa dik?" maka segeralah membuang uang terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun atau rumput seolah-olah kita berbelanja, maka sekonyong-konyong kita akan memperoleh kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak. Pasar Diyeng/Pasar Setan ini terletak di dekat Hargo Dalem.

Pawom Sewu terletak di dekat pos 5 Jalur Cemoro Sewu. Tempat ini berbentuk tatanan/susunan batu yang menyerupai candi. Dulunya digunakan bertapa para abdi Raja Parabu Brawijaya V.

Puncak Argodumilah pada saat tertutup awan sangat indah, kita menyaksikan beberapa puncak lainnya seperti pulau - pulau kecil yang dibatasi oleh lautan awan, kita merasa berada di atas awan-awan seperti di kahyangan. Bila udara bersih tanpa awan kita bisa melihat Samudera Indonesia. kita dapat melihat pantulan matahari di Samudera Indonesia, deburan dan riak ombak Laut Selatan sepertinya sangat dekat. Sangat jelas terlihat kota Wonogiri juga kota-kota di Jawa Timur. Tampak waduk Gajah mungkur juga telaga Sarangan.


MISTERI
Gunung Lawu bersosok angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak utamanya : Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa.

Harga Dalem diyakini masyarakat setempat sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang ADU kemampuan olah batin dan meditasi.

Konon kabarnya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton, semisal upacara labuhan setiap bulan Sura (muharam) yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta. Dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang menarik dan menyakinkan siapa sebenarnya penguasa gunung Lawu dan mengapa tempat itu begitu berwibawa dan berkesan angker bagi penduduk setempat atau siapa saja yang bermaksud tetirah dan mesanggarah.

Siapapun yang hendak pergi ke puncaknya bekal pengetahuan utama adalah tabu-tabu atau weweler atau peraturan-peraturan yang tertulis yakni larangan-larangan untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan, dan bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.

Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M). Alkisah, pada era pasang surut kerajaan Majapahit, bertahta sebagai raja adalah Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Jinbun Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.

Jinbun Fatah setelah dewasa menghayati keyakinan yang berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Jinbun Fatah seorang muslim. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Jinbun Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat situasi dan kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Akankah jaman Kerta Majapahit dapat dipertahankan?

Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dan wisik pun datang, pesannya : sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan yang baru tumbuh serta masuknya agama baru (Islam) memang sudah takdir dan tak bisa terelakkan lagi.

Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang umbul (bayan/ kepala dusun) yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang umbul itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Niat di hati mereka adalah mukti mati bersama Sang Prabu . Syahdan, Sang Prabu bersama tiga orang abdi itupun sampailan di puncak Harga Dalem.

Saat itu Sang Prabu bertitah : Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus surut, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Kepada kamu Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib (peri, jin dan sebangsanya) dengan wilayah ke barat hingga wilayah Merapi/Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.

Suasana pun hening dan melihat drama semacam itu, tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bagaimana mungkin ini terjadi Sang Prabu? Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini. Dan dua orang tuan dan abdi itupun berpisah dalam suasana yang mengharukan.

Singkat cerita Sang Prabu Barawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat selain tiga puncak tersebut yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani. Bagaimana situasi Majapahit sepeninggak Sang Prabu? Konon sebagai yang menjalankan tugas kerajan adalah Pangeran Katong. Figur ini dimitoskan sebagai orang yang sakti dan konon juga muksa di Ponorogo yang juga masih wilayah gunung Lawu lereng Tenggara.

http://namakuro.blogspot.com/2011/01/misteri-gunung-lawu.html

Misteri Asal Muasal Gunung Sumbing(3.336 m) dan Gunung Sindoro(3.150 m)

Posted by Rayap Jalanan 08.09, under | No comments



Ini hanya mitos, namun semua itu yang terjadi kini telah menjadi cagar budaya bangsa yang luar biasa nilainya di tanah air ini, Indonesia. Inilah sepenggal kisah asal muasanya Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro.

Mitos berawal dari kisah hiduplah sepasang suami istri yang ditemani oleh dua orang anak laki-laki. Mereka hidup sebagai seorang petani, yang hidupnya selaras dengan ritme alam pedesaan. Pagi diawali dengan mencangkul, bercocok tanam. Siang, selepas sepenggalah sinar matahari, istirahat sejenak. Sore menjelang, tiba saatnya untuk pulang ke rumah. Demikian roda dinamika kehidupan setiap hari, nyaris tanpa perubahan. Akan halnya kedua anaknya, mereka selalu bertengkar sepanjang hari. Perilaku anak-anak yang sebenarnya hampir kita jumpai dalam setiap keluarga.

Karena mereka berdua selalu terlibat dalam pertengkaran, suatu ketika, kesabaran sang ayah melebihi batas. Akhirnya anak yang kedua terkena pukulan tangan ayah, mengakibatkan bibirnya robek (dalam bahasa setempat disebut “sumbing”). Hingga kini kedua anak tersebut diabadikan sebagai nama gunung Si(ndoro) dan Si(sumbing).

Ndoro adalah julukan kepada seseorang karena sikap santun, bijaksana dan selalu melindungi. Adapun sumbing diberikan kepada anak yang nomor dua karena tingkahnya. Gunung Sumbing bila dilihat dari sisi timur atau barat akan terlihat bagian tengah robek, melengkung ke bawah.

Dari sepenggal kisah diatas tentunya kita bisa mengambil bagian-bagian positif dalam kisah tersebut. Kisah di atas menganjarkan kita untuk selalu bisa bersikap arif dan bijaksana dalam melakukan apapun untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Maka kita sangat diharampan memiliki sifat dan perwatakan yang brutal dengan hawa nafsu iblis merajai diri kita.

Akan tetapi tidak sampai disitu kisah dan keunikan asal muasalnya Gunung Sumbing dan Sindoro. Disisi lain belum lama ini sebuah media cetak nasional melansir tentang penemuan yang sangat misteri di Gunung Sindoro.



Kompas pada 15 Pebruari 2012 melansir telah tentang temuan “cincin api” di daerah Temanggung - Jawa Tengah. Sebagaimana kita ketahui di daerah Temanggung tepatnya di dataran tinggi Dieng disitu ditemukan banyak bangunan purbakala berupa candi-candi Hindu seperti candi Arjuna, lingga-yoni dll yang merupakan tradisi Hindu yang berasal dari India. Selama ini belum diketemukan bekas bangunan-bangunan kuno atau lebih tepatnya kompleks pemukiman penduduk kerajaan, penemuan ini berhasil diamati oleh tim ekspedisi dari lembaga pengamatan gunung nasional.

Pada penggalian dengan kedalaman 15 meter di bawah permukaan tanah ditemukan lokasi perkampungan yang ada pada masa kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke 8 Masehi. Lokasi pemukiman penduduik ini terletajk di dusun Liyangan, Desa Purbosari,Temanggung - Jateng. Pemukiman penduduk ini terkubur oleh materialvulkanik gunung Sindoro ketika meletus dengan sangat dahsyat pada abad ke 9 Masehi. Selanjutnya kita ketahui dari sejarah, bahwa kerajaan Mataram yang semula berada di kaki gunung Sindoro ini berpindah ke daearah Yopgyakarta atau tepatnya di kompleks Candi Prambanan - Ratu Baka atau kawasan yanvg terletak di kaki gunung Merapi.

Di kelak kemudian hari ternyata tempat ini pun dirasa kurang aman dari ancaman bencana alam. Menurut Bemelem, Merapi pernah meletus pada tahun 1006 yang memporak-porandakan kerajaan Mataram hingga akhirnya berpindah ke Jawa Timur yang dirasa lebih aman. Selanjutnya muncul kerajaan Singosari, Kediri, Majapahit dan pada abad ke 15 kembali lagi ke wilayah Jawa Tengah dengan munculnya kerajaan Mataram Baru yang beragama Islam oleh Panembahan Senopati dan Sultan Agung. Hingga saat ini sisa kerajaan itu masih hidup serperti nampak di kraton Ngayogyakartahadiningrat, Pakualaman, kasultanan Surokartohadingingrat, Mangkunegaran.

Kesimpulannya temuan pemukiman di kawasan gunung Sindoro ini sungguh luar biasa, kalu boleh usul agar kawasan itu terus digali dan dijadikan kawasan cagar budaya.

Sumber :
  • Kompas & legenda-daerah.blogspot.com
  • http://unik.kompasiana.com/